Karangan Narasi

Karangan narasi (berasal dari kata naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan  manusia  dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu (Finoza, 2004:202). Narasi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan waktu dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada kejadian utama (Widyamartaya, 1992:9-10). Menurut Semi (2003:29), narasi merupakan betuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu. Selajutnya, Keraf (1987:136) mengatakan karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha mengambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.

Karangan narasi merupakan salah satu karangan yang dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pangetahuan atau informasi kepada orang lain (keraf, 1982:3). Narasi melakukan penambahan ilmu pengetahuan melalui jalan cerita, bagaimana suatu peristiwa itu berlangsung. Karena lebih menekankan jalannya peristiwa, reproduksi masa silam merupakan bidang utama sebuah narasi. Seseorang dapat menginformasikan sesuatu kejadian atau peristiwa pada orang lain  dengan latar belakang kejadian yang nyata maupun rekaan.

Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi mempunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi mengandung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan kronologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan organisasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur waktu maupun unsur tempat.  Dengan kata lain, pengertian narasi itu mencakup dua unsur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

Karangan Narasi

Ciri-Ciri Karangan Narasi
Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi menurut Semi (2003:31), yaitu:
  1. berupa cerita tentang pengalaman manusia;
  2. kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau gabungan keduanya;
  3. bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;
  4. memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra, khususnya narasi berbentuk fiksi;
  5. menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang); dan
  6. biasanya memiliki dialog.
Karangan narasi bisa berisi fakta bisa pula berisi fiksi atau rekaan yang direka atau dikhayalkan oleh pengarangnya. Narasi yang berisi fakta adalah biografi, otobiografi, kisah sejati, dan lain-lain. Sedangakan narasi yang berisi fiksi seperti novel, cerpen, dan cerita bergambar (Marahami, 2005:96). Selain dari itu, Semi (2003:32) juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu kelihatan. Kedua narasi artistik,  narasi ini  umumnya berupa cerpen atau novel.

Menurut Keraf (1987:133-139), narasi ekpositoris dan narasi sugestis memiliki ciri-ciri yang berbeda.
1)    Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  • memperluas pengetahuan;
  • menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;
  • didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional; dan
  • bahasanya lebih cenderung ke bahasa informatif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata denotatif.
2)    Sedangkan narasi sugestis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
  • menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat;
  • menimbulkan daya khayal;
  • penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar; dan
  • bahasanya lebih cenderung ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata konotatif.
Berdasarkan kutipan di atas, tujuan narasi  ekspositoris adalah untuk memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sedangakan narasi sugestis menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi pembaca dari daya khayal yang dikembangkan oleh pengarangnya. Jadi, jelas bahwa antara narasi ekspositoris dan narasi sugestis terdapat perbedaan tujuan pengarang dalam menarasikan suatu kejadian atau peristiwa.

Pola Pengembangan Narasi
Menurut Semi (2003:30), tulisan narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah peristiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Dengan kata lain, bagian ini  mempunyai fungsi khusus untuk memancing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.

Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik tersebut diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya mulai menuju ke arah tertentu.

Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada bagian diceritakan dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.

Berdasarkan  uraian di atas, dapat  disimpulkan bahwa pengembangan tulisan dengan teknik narasi dilakukan dengan mengemukakan rangkaian peristiwa yang terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan sesuai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan seterusnya.

Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storitelling), karena teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita.  Karangan-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun, teknik narasi ini tidak hanya digunakan  untuk mengembangkan tulisan-tulisan berupa fiksi saja. Teknik narasi ini dapat pula digunakan untuk mengembangkan penulisan karangan nonfiksi  (Syafie’ie, 1988:103). Seorang siswa dapat menuliskan darmawisata, seorang wartawan menuliskan laporan kunjungannya ke suatu negara, seorang arkheologi menuliskan jalannya panggalian sejarah yang dilakukannya.

Untuk menganalisis sebuah narasi dengan lebih cermat perlu kita ketahui narator dalam cerita. Menurut Parera (1993:9),  secara umum narator dalam narasi dapat bagi tiga.
  1. Narator bereaksi, di sini tokoh yang menceritakan cerita itu  merupakan karakter utama. Ia menceritakan cerita itu dalam persona pertama.
  2. Narator sebagai pengamat, di sini narator sebagai pengamat dari pinggir lapangan. Ia menceritakan cerita ini dalam persona ketiga.
  3. Narator sebagai mahatahu, di sini narator tidak termasuk dalam cerita dan tidak berada dalam cerita. Ia berada di atas segala-galanya, ia tahu semua yang terjadi dalam cerita itu. Ia menceritakan dalam persona ketiga.
Referensi:
  • Finoza, Lamuddin. 2004. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.
  • Keraf, Gorys. 1987. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.
  • Keraf, Gorys. 1982. Ekposisi dan Deskripsi. Cetakan Kedua. Jakarta: Nusa Indah.
  • Marahami, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Cetakan Kelima. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertip dan Sistematis. Jakarta: Erlangga.
  • Semi, M. Atar. 2003. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.
  • Syafie’ie, Imam. 1988, Retorika dalam Menulis. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.
  • Widyamartaya, A. 1992. Seni Menuangkan Gagasan. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Karnisius.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tandak Sambas - Ivan Seventeen

Terjemahan Lirik dan Makna Lagu Unholy Confessions - Avenged Sevenfold

Terjemahan dan Makna Lirik Lagu Avenged Sevenfold "A Little Piece Of Heaven"